15 Mei 2025
OPINI
Sampah Menggila, Aia Dingin Butuh Solusi Nyata
Pengelolaan sampah di Kota Padang saat ini menjadi salah satu
tantangan terbesar yang dihadapi. Sebagai kota yang terus berkembang, baik
dalam hal pembangunan fisik maupun jumlah penduduk, Kota Padang menghadapi
dampak negatif berupa meningkatnya volume sampah. Salah satu fokus utama dalam
masalah ini adalah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Aia Dingin, yang terletak di
Kecamatan Koto Tangah. TPA ini berfungsi sebagai tempat pembuangan sampah utama
bagi seluruh Kota Padang. Namun, kondisi TPA Aia Dingin semakin memprihatinkan
karena sudah hampir melebihi kapasitasnya. Saya memilih untuk menulis tentang
topik ini karena dampak dari pengelolaan sampah yang buruk tidak hanya merusak
lingkungan tetapi juga bisa menimbulkan masalah kesehatan bagi masyarakat
sekitar. Opini ini akan membahas secara mendalam kondisi TPA Aia Dingin,
tantangan yang dihadapi, dan pentingnya langkah-langkah perbaikan dalam
pengelolaan sampah untuk masa depan Kota Padang.
TPA Aia Dingin yang dibangun pada tahun
1990 dirancang untuk menampung sekitar 500 hingga 550 ton sampah per hari.
Namun, seiring berkembangnya Kota Padang, volume sampah yang dihasilkan setiap
hari semakin meningkat. Saat ini, TPA Aia Dingin menerima sekitar 600 ton
sampah setiap harinya, yang jelas melebihi kapasitas yang seharusnya ditampung.
Hal ini menyebabkan penumpukan sampah yang tidak terkelola dengan baik, bahkan
memperburuk kondisi lingkungan sekitar.
Pada awalnya pemerintah Kota Padang
memproyeksikan bahwa TPA ini akan mencapai kapasitas penuh pada tahun 2030,
tetapi kini diprediksi akan penuh pada tahun 2026 jika tidak ada tindakan lebih
lanjut untuk mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke sana. Ini jelas merupakan
masalah yang perlu diatasi dengan segera, karena jika TPA ini penuh, Kota
Padang akan menghadapi krisis sampah yang jauh lebih serius, dengan dampak
besar bagi kesehatan dan kualitas hidup masyarakat. Oleh karena itu, penting
bagi pemerintah untuk segera mencari solusi agar TPA ini tidak benar-benar
kehabisan kapasitasnya.
Salah satu penyebab utama masalah di TPA Aia
Dingin adalah minimnya pemilahan sampah sejak dari sumbernya, yaitu sampah
rumah tangga. Sampah yang dihasilkan masyarakat Kota Padang masih banyak yang
tercampur antara sampah organik dan anorganik. Padahal, pemilahan sampah
seharusnya menjadi langkah pertama yang penting dalam pengelolaan sampah yang
baik. Sampah organik, seperti sisa makanan dan daun, bisa diolah menjadi
kompos, sementara sampah anorganik seperti plastik, kaca, dan logam bisa didaur
ulang menjadi barang baru yang bermanfaat. Data dari Dinas Lingkungan Hidup
Kota Padang menunjukkan bahwa hanya sekitar 10% sampah yang dapat didaur ulang,
sementara sisanya berakhir di TPA. Program pengomposan menghasilkan pendapatan Rp5–36 juta per bulan, namun
belum dimaksimalkan. Meskipun beberapa wilayah di Kota
Padang sudah mencoba mengimplementasikan sistem pemilahan sampah, seperti
dengan adanya program Bank Sampah, namun program ini belum banyak diikuti oleh
masyarakat secara luas. Padahal, jika masyarakat lebih disiplin dalam memilah
sampah, jumlah sampah yang masuk ke TPA
bisa jauh berkurang.
Penumpukan sampah di TPA Aia Dingin tidak
hanya berdampak pada kapasitas tampung sampah, tetapi juga menimbulkan dampak
lingkungan yang serius. Salah satu dampaknya adalah pencemaran air akibat air
lindi (leachate), yaitu cairan yang terbentuk dari proses penguraian sampah.
Air lindi ini mengandung zat berbahaya yang dapat mencemari sumber air tanah di
sekitar kawasan TPA, yang pada gilirannya bisa membahayakan kesehatan
masyarakat yang mengandalkan air tanah untuk kebutuhan sehari-hari. Studi
menunjukkan bahwa air lindi TPA Aia Dingin mencemari air tanah dengan kandungan
Fe: 5,4 mg/L, Pb: 0,185 mg/ L, COD: 3400 mg/L. Apalagi lokasi TPA hanya
berjarak 300 meter dari pemukiman warga padahal standar nasional mensyaratkan
500 meter. Selain itu, sampah yang menumpuk di TPA
Aia Dingin juga menghasilkan gas metana, yang merupakan gas rumah kaca yang
berkontribusi pada pemanasan global. Meskipun ada teknologi yang dapat
memanfaatkan gas metana ini untuk menghasilkan energi, banyak gas tersebut yang
terbuang begitu saja tanpa dimanfaatkan secara maksimal. Oleh karena itu,
dampak buruk terhadap kualitas udara dan air di sekitar kawasan TPA sangat
signifikan, dan hal ini jelas merugikan masyarakat.
Pemerintah Kota
Padang telah melakukan berbagai langkah untuk mengatasi masalah pengelolaan
sampah ini, salah satunya adalah dengan memperkenalkan teknologi Refuse-Derived
Fuel (RDF). Teknologi ini mengubah sampah yang tidak dapat didaur ulang menjadi
bahan bakar alternatif yang bisa dimanfaatkan oleh industri, seperti PT Semen
Padang. Dengan menggunakan teknologi ini, volume sampah yang dibuang ke TPA
bisa dikurangi, dan diharapkan dapat membantu mengatasi masalah sampah jangka
panjang.
Selain itu, pemerintah juga mendorong
program Bank Sampah di tingkat kelurahan, yang bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat mengenai pentingnya memilah sampah. Program ini memberikan
insentif bagi masyarakat yang aktif mendaur ulang sampah, seperti uang atau
barang yang dapat ditukar. Meski sudah ada beberapa contoh keberhasilan dari
program ini, namun penerapan secara luas di seluruh kota masih membutuhkan
waktu dan perhatian lebih agar masyarakat semakin sadar akan pentingnya
pengelolaan sampah yang lebih baik. Pengelolaan sampah yang baik tentunya
memerlukan peran aktif dari masyarakat. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri
tanpa dukungan penuh dari warganya. Oleh karena itu, edukasi kepada masyarakat
tentang pentingnya memilah sampah dan dampak dari pengelolaan sampah yang buruk
sangat diperlukan. Kampanye pemilahan sampah di tingkat rumah tangga harus
diperluas, termasuk dengan mengajak anak-anak dan generasi muda untuk peduli
terhadap kebersihan lingkungan.
Selain itu, perlu ada kebijakan yang lebih
ketat terkait pengurangan penggunaan plastik sekali pakai, yang menjadi salah
satu penyumbang sampah terbesar di Kota Padang. Pemerintah harus menerapkan
regulasi yang lebih tegas terhadap penggunaan plastik sekali pakai, sebagaimana
telah dilakukan oleh beberapa kota besar lainnya di Indonesia. Program berbasis
komunitas, seperti Bank Sampah dan pengelolaan sampah mandiri di setiap RT/RW,
harus lebih didorong agar lebih banyak masyarakat yang terlibat dalam menjaga
kebersihan dan kelestarian lingkungan.
Persoalan sampah bukan sekadar soal bau dan
pemandangan yang mengganggu, tetapi juga berdampak langsung pada kesehatan dan
kualitas hidup kita. Sampah yang menumpuk dapat mencemari udara, air, dan
tanah, serta menjadi sarang penyakit yang mengancam kesehatan masyarakat. Lebih
dari itu, setiap individu berhak untuk hidup di lingkungan yang bersih dan
nyaman. Oleh karena itu, kita semua harus sadar dan bertindak untuk mengelola
sampah dengan bijak, demi memastikan hak dasar kita untuk menikmati lingkungan yang
sehat dan layak. Mari bersama-sama menjaga kebersihan, demi masa depan yang
lebih baik bagi kita semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar