Senin, 09 Juni 2025

Sampah Menggila, Aia Dingin Butuh Solusi Nyata

 15 Mei 2025

OPINI

Sampah Menggila, Aia Dingin Butuh Solusi Nyata

   Pengelolaan sampah di Kota Padang saat ini menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi. Sebagai kota yang terus berkembang, baik dalam hal pembangunan fisik maupun jumlah penduduk, Kota Padang menghadapi dampak negatif berupa meningkatnya volume sampah. Salah satu fokus utama dalam masalah ini adalah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Aia Dingin, yang terletak di Kecamatan Koto Tangah. TPA ini berfungsi sebagai tempat pembuangan sampah utama bagi seluruh Kota Padang. Namun, kondisi TPA Aia Dingin semakin memprihatinkan karena sudah hampir melebihi kapasitasnya. Saya memilih untuk menulis tentang topik ini karena dampak dari pengelolaan sampah yang buruk tidak hanya merusak lingkungan tetapi juga bisa menimbulkan masalah kesehatan bagi masyarakat sekitar. Opini ini akan membahas secara mendalam kondisi TPA Aia Dingin, tantangan yang dihadapi, dan pentingnya langkah-langkah perbaikan dalam pengelolaan sampah untuk masa depan Kota Padang.

    TPA Aia Dingin yang dibangun pada tahun 1990 dirancang untuk menampung sekitar 500 hingga 550 ton sampah per hari. Namun, seiring berkembangnya Kota Padang, volume sampah yang dihasilkan setiap hari semakin meningkat. Saat ini, TPA Aia Dingin menerima sekitar 600 ton sampah setiap harinya, yang jelas melebihi kapasitas yang seharusnya ditampung. Hal ini menyebabkan penumpukan sampah yang tidak terkelola dengan baik, bahkan memperburuk kondisi lingkungan sekitar.

   Pada awalnya pemerintah Kota Padang memproyeksikan bahwa TPA ini akan mencapai kapasitas penuh pada tahun 2030, tetapi kini diprediksi akan penuh pada tahun 2026 jika tidak ada tindakan lebih lanjut untuk mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke sana. Ini jelas merupakan masalah yang perlu diatasi dengan segera, karena jika TPA ini penuh, Kota Padang akan menghadapi krisis sampah yang jauh lebih serius, dengan dampak besar bagi kesehatan dan kualitas hidup masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk segera mencari solusi agar TPA ini tidak benar-benar kehabisan kapasitasnya.

   Salah satu penyebab utama masalah di TPA Aia Dingin adalah minimnya pemilahan sampah sejak dari sumbernya, yaitu sampah rumah tangga. Sampah yang dihasilkan masyarakat Kota Padang masih banyak yang tercampur antara sampah organik dan anorganik. Padahal, pemilahan sampah seharusnya menjadi langkah pertama yang penting dalam pengelolaan sampah yang baik. Sampah organik, seperti sisa makanan dan daun, bisa diolah menjadi kompos, sementara sampah anorganik seperti plastik, kaca, dan logam bisa didaur ulang menjadi barang baru yang bermanfaat. Data dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang menunjukkan bahwa hanya sekitar 10% sampah yang dapat didaur ulang, sementara sisanya berakhir di TPA. Program pengomposan menghasilkan pendapatan Rp5–36 juta per bulan, namun belum dimaksimalkan. Meskipun beberapa wilayah di Kota Padang sudah mencoba mengimplementasikan sistem pemilahan sampah, seperti dengan adanya program Bank Sampah, namun program ini belum banyak diikuti oleh masyarakat secara luas. Padahal, jika masyarakat lebih disiplin dalam memilah sampah,  jumlah sampah yang masuk ke TPA bisa jauh berkurang.

  Penumpukan sampah di TPA Aia Dingin tidak hanya berdampak pada kapasitas tampung sampah, tetapi juga menimbulkan dampak lingkungan yang serius. Salah satu dampaknya adalah pencemaran air akibat air lindi (leachate), yaitu cairan yang terbentuk dari proses penguraian sampah. Air lindi ini mengandung zat berbahaya yang dapat mencemari sumber air tanah di sekitar kawasan TPA, yang pada gilirannya bisa membahayakan kesehatan masyarakat yang mengandalkan air tanah untuk kebutuhan sehari-hari. Studi menunjukkan bahwa air lindi TPA Aia Dingin mencemari air tanah dengan kandungan Fe: 5,4 mg/L, Pb: 0,185 mg/ L, COD: 3400 mg/L. Apalagi lokasi TPA hanya berjarak 300 meter dari pemukiman warga padahal standar nasional mensyaratkan 500 meter. Selain itu, sampah yang menumpuk di TPA Aia Dingin juga menghasilkan gas metana, yang merupakan gas rumah kaca yang berkontribusi pada pemanasan global. Meskipun ada teknologi yang dapat memanfaatkan gas metana ini untuk menghasilkan energi, banyak gas tersebut yang terbuang begitu saja tanpa dimanfaatkan secara maksimal. Oleh karena itu, dampak buruk terhadap kualitas udara dan air di sekitar kawasan TPA sangat signifikan, dan hal ini jelas merugikan masyarakat.

Pemerintah Kota Padang telah melakukan berbagai langkah untuk mengatasi masalah pengelolaan sampah ini, salah satunya adalah dengan memperkenalkan teknologi Refuse-Derived Fuel (RDF). Teknologi ini mengubah sampah yang tidak dapat didaur ulang menjadi bahan bakar alternatif yang bisa dimanfaatkan oleh industri, seperti PT Semen Padang. Dengan menggunakan teknologi ini, volume sampah yang dibuang ke TPA bisa dikurangi, dan diharapkan dapat membantu mengatasi masalah sampah jangka panjang.

   Selain itu, pemerintah juga mendorong program Bank Sampah di tingkat kelurahan, yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya memilah sampah. Program ini memberikan insentif bagi masyarakat yang aktif mendaur ulang sampah, seperti uang atau barang yang dapat ditukar. Meski sudah ada beberapa contoh keberhasilan dari program ini, namun penerapan secara luas di seluruh kota masih membutuhkan waktu dan perhatian lebih agar masyarakat semakin sadar akan pentingnya pengelolaan sampah yang lebih baik. Pengelolaan sampah yang baik tentunya memerlukan peran aktif dari masyarakat. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri tanpa dukungan penuh dari warganya. Oleh karena itu, edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya memilah sampah dan dampak dari pengelolaan sampah yang buruk sangat diperlukan. Kampanye pemilahan sampah di tingkat rumah tangga harus diperluas, termasuk dengan mengajak anak-anak dan generasi muda untuk peduli terhadap kebersihan lingkungan.

   Selain itu, perlu ada kebijakan yang lebih ketat terkait pengurangan penggunaan plastik sekali pakai, yang menjadi salah satu penyumbang sampah terbesar di Kota Padang. Pemerintah harus menerapkan regulasi yang lebih tegas terhadap penggunaan plastik sekali pakai, sebagaimana telah dilakukan oleh beberapa kota besar lainnya di Indonesia. Program berbasis komunitas, seperti Bank Sampah dan pengelolaan sampah mandiri di setiap RT/RW, harus lebih didorong agar lebih banyak masyarakat yang terlibat dalam menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan.

   Persoalan sampah bukan sekadar soal bau dan pemandangan yang mengganggu, tetapi juga berdampak langsung pada kesehatan dan kualitas hidup kita. Sampah yang menumpuk dapat mencemari udara, air, dan tanah, serta menjadi sarang penyakit yang mengancam kesehatan masyarakat. Lebih dari itu, setiap individu berhak untuk hidup di lingkungan yang bersih dan nyaman. Oleh karena itu, kita semua harus sadar dan bertindak untuk mengelola sampah dengan bijak, demi memastikan hak dasar kita untuk menikmati lingkungan yang sehat dan layak. Mari bersama-sama menjaga kebersihan, demi masa depan yang lebih baik bagi kita semua.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar